Harvey Moeis Dianggap Sakiti Hati Rakyat saat Ekonomi Susah
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memaparkan sejumlah pertimbangan yang memberatkan dalam menjatuhkan vonis kepada perwakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT), Harvey Moeis, yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi dan pencucian uang terkait perkara timah.
Salah satunya, Ketua Majelis Hakim PT, Teguh Arianto, menilai bahwa perbuatan korupsi yang dilakukan Harvey sangat menyakiti hati rakyat yang tengah mengalami kesulitan ekonomi.
"Perbuatan terdakwa sangatlah menyakiti hati rakyat. Di saat ekonomi susah, terdakwa melakukan tindak pidana korupsi," ujar Hakim Teguh saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Cempaka Putih
Selain itu, Hakim Teguh menambahkan bahwa hal lain yang memberatkan vonis Harvey adalah tindakannya yang tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sementara itu, tidak ada pertimbangan yang dapat meringanka hukuman Harvey.
"Hal meringankan. Tidak ada," ucap Hakim Teguh.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman Harvey Moeis menjadi 20 tahun penjara dalam putusan banding. Putusan ini tergolong ultra petita karena lebih berat dari tuntutan jaksa yang hanya 12 tahun penjara.
"Menyatakan terdakwa Harvey Moeis telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang secara bersama sebagaimana dakwaan kesatu primer dan kedua primer," ujar Hakim Teguh.
"Menjatuhkan pidana kepada Harvey Moeis selama 20 tahun," lanjutnya.
Selain hukuman penjara, Harvey juga dijatuhi denda sebesar Rp1 miliar. Jika tidak dibayar, maka akan diganti dengan 8 bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp420 miliar atau subsider 10 tahun penjara.
Sebelumnya, dalam sidang tingkat pertama di Pengadilan Tipikor Jakarta, Majelis Hakim yang diketuai Eko Aryanto menjatuhkan vonis 6 tahun 6 bulan penjara kepada Harvey Moeis. Ia juga dikenakan denda Rp1 miliar dengan subsider 6 bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti Rp210 miliar dengan subsider 2 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun penjara.
Dalam surat dakwaan, jaksa memaparkan bahwa Harvey Moeis mengadakan pertemuan dengan eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi, eks Direktur Operasi PT Timah Alwin Albar, serta 27 pemilik smelter swasta. Pertemuan itu membahas permintaan bijih timah sebesar 5% dari kuota ekspor smelter swasta, yang bersumber dari penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Pertemuan ini dilakukan dengan sepengetahuan Direktur Utama PT RBT, Suparta, dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah.
Jaksa juga mengungkap bahwa Harvey Moeis meminta empat smelter swasta—CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa—untuk membayar biaya pengamanan sebesar 500 hingga 750 dolar AS per ton. Biaya tersebut dicatat seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang dikelola oleh Harvey atas nama PT Refined Bangka Tin.
Selain itu, Harvey didakwa menginisiasi kerja sama penyewaan alat pengolahan untuk smelter swasta yang tidak memiliki competent person (CP) tanpa melalui studi kelayakan (feasibility study). Ia juga menyepakati penerbitan surat perintah kerja (SPK) di wilayah IUP PT Timah guna melegalkan pembelian bijih timah dari tambang ilegal. Kerja sama ini tidak dicantumkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Timah maupun RKAB smelter swasta.
Dalam perkara ini, Harvey Moeis didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena Lim. Dugaan tindak pidana ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun. Sebagian dana tersebut diduga mengalir ke sejumlah pihak, termasuk istrinya, Sandra Dewi.
0 Response to "Harvey Moeis Dianggap Sakiti Hati Rakyat saat Ekonomi Susah"
Posting Komentar